Pernah mendengar istilah Burnout dan Tilting? Penasaran apa perbedaan antara keduanya dan bagaimana cara mengatasi hal tersebut? ONE Esports secara eksklusif berbincang dengan Hans Sivano, seorang Mental Toughness Coach sekaligus Co-Founder dan Managing Partner dari SportPsych Consulting Indonesia yang bisa menjawab semua pertanyaan Anda.

Burnout dan Tilting

Burnout lack of Mental Toughness
Kredit: DBLTAP

Burnout dan Tilting “Burnout secara sederhana bisa diartikan sebagai lelah mental dan fisik secara berkepanjangan yang tidak ditanggulangi. Sementara Tilting adalah hal yang sama namun terjadi dalam game dengan tempo waktu yang jauh lebih singkat,” ungkap Hans.

Untuk kita yang tidak bergelut di dunia kompetitif esports, game adalah sarana hiburan. Sedangkan bagi pro player, game adalah rutinitas ‘pekerjaan’ mereka sehari-hari. Jadwal padat dan tuntutan tinggi untuk menjadi juara tak jarang membuat mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas lain. Ketika itu terjadi, game bisa berubah menjadi hal yang tidak lagi menyenangkan. Pada akhirnya mereka mengalami kelelahan secara fisik dan mental, akibatnya terjadilah Tilting. Dan bila tidak segera ditanggulangi dalam jangka panjang, hal tersebut bisa berakibat fatal dan berujung pada Burnout.

Seberapa penting kesehatan mental pemain?

Menurut Hans, pada dasarnya pro player harus memiliki empat kompetensi utama, yaitu Physical Skill, Technical Skill, Tactical Skill, dan Mental Skill. Physical Skill adalah keterampilan player menjaga kebugaran badannya dengan cara makan makanan yang bergizi, istirahat cukup, dan rutin berolahraga. Technical Skill mencakup kemampuan bermain secara teknik atau yang biasa disebut dengan skill mekanik dalam game. Sedangkan Tactical Skill adalah kemampuan pemain untuk menganalisis game secara lebih luas seperti memilih hero, memahami meta dan mengantisipasi strategi lawan. Terakhir, Mental Skill adalah kemampuan untuk mengelola emosi dan berkonsentrasi terhadap perannya dalam tim.

Technical Skill dan Tactical Skill biasanya sudah dimiliki semua pro player di Indonesia, karena pada umumnya tim selalu menilai dua hal itu ketika merekrut pemain. Namun bagaimana dengan Physical Skill dan Mental Skill? Dua hal ini jarang diukur. “Coba lihat, saat player kurang tidur dan fisiknya lelah, apakah bisa bermain optimal? Apalagi ketika level Mental Skill pemain lemah, ia rentan terhadap stres. Pada waktu stres, tegang, atau nervous, tubuh kita mengeluarkan hormon stres secara berlebihan yang menyebabkan tubuh tidak bisa bekerja secara optimal, sulit fokus, dan tidak percaya diri. Jika player tidak tahu cara mengkondisikan mentalnya balik seperti semula, semua itu akan berujung pada pengambilan keputusan yang keliru atau yang biasa disebut dengan Tilting,” jelas Hans.

Menurut penjelasan tadi, bisa disimpulkan jika Mental Skill juga tidak kalah penting dengan Physical Skill, Technical Skill dan Tactical Skill. Dalam kompetisi level tinggi, satu kesalahan kecil saja bisa berakibat fatal. Oleh karenanya Tilting harus bisa diminimalisir semaksimal mungkin.



Mental Toughness sebagai solusi mencegah Burnout dan Tilting

Sebagai Konsultan Psikologi Olahraga dan Performa terbesar di Asia Tenggara yang sudah mencetak ratusan atlet elit di lebih dari 30 cabang olahraga yang berbeda, SportPsych Consulting memiliki metode pengukuran dan pelatihan yang mengasah lima sub-kompetensi Mental Toughness, yaitu Composure, Concentration, Confidence, Cope-Ability, dan Cohesion.

Mental Toughness Sport Psych Consultant
The Five C’s Mental Toughness Development Model (Tham & Weigandt, 2010)

Composure: Penguasaan diri, mampu tetap tenang dalam tekanan.
Concentration: Fokus pada peran dan target masing-masing yang paling penting.
Confidence: Percaya pada diri sendiri dan kemampuan diri dalam situasi stres.
Cope-ability: Mampu menangani kesalahan dan tantangan saat dibutuhkan.
Cohesion: Memiliki sikap dan pola pikir untuk bekerja sama sebagai tim.

Yang menarik, ternyata kelima sub-kompetensi Mental Toughness itu bisa diukur hanya dalam waktu 30 menit saja. Jika diukur dan dilatih terus menerus secara sistematis, kelima sub-kompetensi itu bakal membuat pemain memiliki Mental Skill yang mumpuni. Nantinya ia bisa mengelola emosinya secara efisien baik sebelum, saat, dan sesudah pertandingan. Dengan begitu, kesalahan dalam mengambil keputusan dan hilangnya percaya diri bisa dihindari. Dengan kata lain, pemain bisa memanfaatkan seluruh potensinya untuk mencapai prestasi tertinggi.

SportPsych Consulting sendiri bukanlah sosok baru dalam dunia psikologi. Pada SEA Games 2015 yang lalu, institusi ini ditunjuk sebagai Official Partner dan Exclusive Training Provider untuk melatih Mental Toughness Skill bagi semua atlet, orang tua, coach, dan manajer dari seluruh timnas Singapura.

Institusi ini didirikan oleh Edgar K. Tham, pionir di bidang Sport
and Performance Psychologist di Singapura. Edgar adalah Pendiri dan Kepala Unit Psikologi Olahraga di Komite Olahraga Singapura (Singapore Sport Council) pada tahun 1996.

BACA JUGA: Leomurphy indikasikan rehat pasca MPL ID Season 8