Di awal kehadiran game Valorant, banyak pemain profesional yang menegaskan bahwa agent Viper dapat memainkan peran penting dalam META kompetitif game FPS baru garapan Riot Games tersebut. Namun, sejauh ini hal tersebut tidak terbukti kebenarannya.

Entah karena belum ada pemain yang tahu bagaiama cara terbaik memanfaatkan segala kemampuan miliki Viper, tetapi beberapa patch dan sejumlah buff yang signifikan diberikan tim pengembang, sejauh ini Viper menjadi salah satu agen yang paling jarang dimainkan.

Dalam mode Ranked, dari 12 agent yang ada di Valorant, Viper memiliki pick rate terendah di tier Gold 2 hingga Radiant. Bahkan menurut Blitz.gg, Viper berada di urutan ke-11 dalam hal pick rate di tier Gold 1 hingga Iron 1.

Salah satu pro player Valorant yang bermain untuk Cloud9, Tyson “TenZ” Ngo, merupakan satu-satunya pemain yang pernah memainkan Viper di turnamen profesional sejauh ini. Ia pun percaya bahwa Viper adalah agent terburuk di dalam permainan.

Yassine “Subroza” Taoufik dari Team SoloMid juga tidak memiliki banyak harapan kepada Viper hingga tidak peduli seberapa banyak Riot Games memberinya buff.

“Buat ultimate Viper berdampak kepada seluruh map. Pro player tetap tidak akan memainkannya,” tulis Subroza.



Jadi, apa sebenarnya masalah pada Viper? Apakah kit-nya memang telah rusak secara fundamental?

Menurut pendapat ONE Esports, masalah terbesarnya adalah Viper diklasifikasikan sebagai Controller, tetapi dia tidak menawarkan banyak hal seperti agent dengan role serupa seperti Brimstone dan Omen.

Kemampuan Snake Bite-nya mungkin memiliki dua serangan, tetapi hanya itu yang berguna. Skill tersebut dapat meningkatkan damage, tetapi di dalam game yang hanya membutuhkan satu headshot untuk menjatuhkan lawan, kemampuan ini sama sekali tidak relevan, terutama pada level kompetitif.

Kemampuan ini juga sama buruknya dengan Nanoswarm milik Killjoy yang dapat diaktifkan dari mana saja atau molotov milik Brimstone yang memiliki jangkauan dan kerusakan lebih besar. Hal ini memungkinkan para pemain untuk setup yang lebih kreatif.

Poison Cloud milik Viper adalah smoke yang sangat berguna dan mencegah agent lawan bersembunyi di dalamnya. Namun, Poison Cloud jauh lebih sulit untuk ditempatkan ketimbang Sky Smokes milik Brimstone atau Dark Cover dari Omen dan tidak memiliki daya jangkau yang lebih baik dari keduanya.

Skill Toxic Screen milik Viper juga memiliki potensi untuk digunakan di level kompetitif profesional karena mencakup begitu banyak hal. Namun, skill itu hanya akan bertahan selama beberapa detik dan dapat memberi tahu tim musuh dari mana serangan akan datang.

Satu-satunya skill yang benar-benar harus diperhatikan oleh Riot Games adalah ultimate Viper, Pit. Skill ini menghabiskan tujuh orb untuk meng-unlock dan itu adalah jumlah yang terlalu banyak.

Meskipun dapat mengurangi jangkauan penglihatan dan HP dari agen lawan, skill ini juga dapat memberi tahu di mana posisi Viper kepada musuh.

Jadi bagaimana Riot Games dapat memperbaiki agent Viper? Tugas utama Controller adalah menghadirkan smoke untuk timnya. Saat ini, Brimstone dan Omen dapat melakukan pekerjaan tersebut dengan lebih mudah, aman, dan andal. Agar Viper dapat berfungsi dalam role ini maka Riot Games harus terlebih dahulu memperbaiki hal ini.

Membiarkan smoke-nya dapat menembus dinding seperti Posion Wall-nya akan menjadi awal yang baik dari perbaikan Viper. Jika Riot Games dapat membuat Viper menjadi pemberi smoke yang efektif dan andal, skill set lainnya dari sang agent hanya membutuhkan sedikit buff untuk menaikkan pamornya sebagai salah Controller yang dapat diandalkan.

BACA JUGA: Valorant Pacific Open 2020 berakhir, tim asal Taiwan jadi juara