Violetta “Caramel” Aurelia menjadi salah satu pemain ladies Mobile Legends paling spesial. Namanya sudah diketahui sejak lama, sampai sekarang menjadi jungler andalan EVOS Lynx.

Caramel adalah satu dari sedikit player ladies yang dinilai punya kemampuan seperti pria. Memainkan core jungler di EVOS, Vio termasuk wanita yang fast-hand dan mampu bermain hero-hero sulit, sebut saja Ling, Claude, Dsb.

Secara bersamaan Caramel juga membuktikan bahwa Pontianak benar-benar kota penuh bakat di scene esports, terutama MLBB. Menengok dia adalah orang asli Pontianak.

Prestasi Caramel di scene esports pun menawan. Dia sempat berkompetisi di level SEA yakni FGL sebelum bergabung dengan EVOS.

Saat di EVOS, Caramel kian bersinar. Terakhir dia meraih empat trofi beruntun yakni WSL Season 1 dan 2, serta Dignity of Srikandi Season 1 dan 2.

Memang belakangan EVOS LYNX kalah bersaing dengan Belletron Era. Tapi mereka setidaknya bisa tetap ke grand final di tiga turnamen terakhir.

Fakta menarik pun terungkap. Caramel ternyata memiliki sikap yang sangat disiplin, terutama dalam menyelesaikan pendidikan. Meski aktif sebagai pro player papan atas, dia tetap berhasil menyelesaikan pendidikannya.



Beberapa bulan lalu Caramel baru saja lulus kuliah di D4 Politeknik Tonggak Equator jurusan Bisnis Inggris. Ini menjadi istimewa karena sangat sedikit pemain esports yang bisa sukses di pendidikan dan kariernya sekaligus.

Kepada ONE Esports, Caramel bercerita soal bagaimana cara dia bisa tetap konsisten di dua bidang yang ada. Ia awalnya sempat tak mendapat restu juga dari orang tuanya.

“Awalnya saya tidak diizinkan dan direstui untuk ke scene esports. Kata mereka ngapain cewek main game dan kebetulan saya saat itu berhenti kerja juga karena ingin fokus kuliah,” jelasnya eksklusif.

“Awalnya memang struggle terus sampai akhirnya saya masuk ke satu tim sebelum EVOS sampai berhasil mewakilkan Indonesia di FSL. Sejak itu baru didukung terus.”

“Bagi waktu saya sudah biasa (antara kuliah dan pro player) karena dulunya juga kuliah sembari kerja. Sehingga main game sekarang itu hitungannya mengisi waktu yang kerja itu.”

“Tapi yang susah itu ketika kita sudah dapat restu dari orang tua, tapi susah dapat restu dari kampus. Mereka suka tanya ngapain main game terus mending kerja saja. Jadi kalau izin pergi ke luar kota untuk event susah sekali (saat itu belum covid),” papar Caramel.

Caramel pun menegaskan untuk orang-orang yang ingin jadi atlet esports bahwa sebaiknya jangan mengorbankan pendidikan.

“Menurut saya rugi meninggalkan pendidikan untuk game (pro player/streamer). Kalau bisa jalanin dua-duanya kenapa tidak? Tinggal masalah bagi waktu saja, apalagi sekarang sudah online semua. Seharusnya bisa diatur kuliahnya, juga membuat kita para pemain bisa tinggal di GH juga,” katanya.

“Intinya jangan sampai ditinggalin. Karena orang yang sukses di game tapi tinggalin pendidikan itu jarang. Ada tapi tidak semua. Sehingga lebih baik jalanin dua-duanya dan ada rencana cadangan juga andai gagal,” pungkas dia.

Pada akhirnya tak ada yang menjamin karier Anda di dunia esports. Ada yang memiliki keberuntungan, tapi ada juga yang tidak dan harus berjuang sedikit lebih banyak. Sehingga pendidikan harusnya bisa jadi opsi jika rezeki itu bukan di dunia esports.

BACA JUGA: Tumbangkan EVOS Lynx (lagi), Belletron juara Dignity of Srikandi edisi Kartini