Timnas Mobile Legends Indonesia gagal meraih emas di SEA Games 2019. Berhasil menembus grandfinal, Oura dkk harus menelan kekalahan tipis 2-3 di partai penentu itu.

Kekalahan ini tentu menyakitkan menengok Indonesia merupakan unggulan pertama di cabang MLBB SEA Games, menengok kiprah mereka di MPL season 4 sampai Piala Dunia M1.



Lalu apa sebenarnya alasan Indonesia bisa kalah di partai puncak? ONE Esports mencoba menelisik hal tersebut.

  • Persiapan kurang, jadwal padat

Tak bisa dimungkiri bahwa persiapan timnas Mobile Legends jelang SEA Games terbilang kurang. Hal ini didasari jadwal padat para playernya yang masih harus memikirkan tim di MPL sampai M1.

Bayangkan saja, kamp latihan hanya berlangsung sepekan, bahkan mungkin kurang setelah M1 selesai. Penyatuan chemistry antara empat player EVOS dengan dua dari Onic pun dirasa belum maksimal.

  • Drama

Sejak pembentukan timnas Mobile Legends, drama tak berhenti di sini. Mulai dari keluarnya Andrian Pauline dari panitia kerja, sampai pemilihan roster yang simpang siur.

Memang ada pelatnas, tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa ada sistem yang berubah-ubah pada pemilihan akhir. Bahkan ketika 7 orang terpilih, beberapa pekan jelang perhelatan, Antimage dicoret karena slot maksimal yang harus dipenuhi.

Belum lagi jelang SEA Games dimulai, ada pergantian posisi manajer dari Erick Herlangga menjadi Frans Volva. Walau keduanya tetap berada di tubuh tim, tetap saja ini menjadi sesuatu yang patut dipertanyakan.

  • Kelelahan

Harus diakui bahwa empat player EVOS Legends yang masuk ke roster timnas hampir tak punya waktu break sejak MPL season 4. Tak ada jeda yang benar-benar worth it jelang SEA Games 2019.

Seperti diketahui, M1 digelar sepekan setelah MPL usai. Setelah itu hanya ada libur sepekan sebelum roster timnas dikumpulkan kembali demi persiapan. Lelah tubuh dan mental rasanya berpengaruh, apalagi mereka berempat bepergian jauh dalam waktu pendek.

  • Draft grandfinal

Banyak yang mempertanyakan pemilihan hero oleh timnas MLBB Indonesia di grandfinal, terutama pada game keempat dan kelima.

Indonesia harusnya tahu bahwa dua core Filipina sangat piawai memainkan Esmeralda dan Granger. Tapi, Tibold memilih melakukan ban kepada Ling dan Khufra. Filipina pun langsung memilih Esme dan Granger pada awal draft. Hal ini menjadi masalah karena Indonesia sebenarnya bisa menghabisi lawan di game ini dan memastikan emas.

Kemudian pada game penentu, Indonesia memang memban Esmeralda, tapi Granger kembali terlepas. Rekt yang memainkan Zhask di game sepenting ini pun menjadi pertanyaan. Bisa dimengerti dia tak memilih Kimmy karena Filipina sudah mengamankan Lolita, tapi kita tahu Rekt juga bisa memainkan hero hard core dengan burst damage lebih tinggi ketimbang Zhask, entah dari hero MM atau assassin.

  • Karltzy Nepomuceno

Satu nama, sumber masalah Indonesia. Midlaner Filipina ini benar-benar jadi kendala untuk Oura dkk. Kemampuannya benar-benar istimewa. Ketika dia memainkan Esmeralda, tak satu pun player Indonesia bisa menyentuhnya.

Ketika Esmeralda diban, dia masih mampu memainkan hero lain dengan hebat. Buktinya terlihat di game penentu, Karltzy memainkan Lunox yang benar-benar memborbardir Indonesia. Bahkan Chou-nya Donkey harus mati dua kali di early game oleh Karltzy.

Sang midlaner bisa dibilang bintang utama Filipina dan jadi faktor kemenangan mereka.

Volva sempat berbicara ke GGWP bahwa target Indonesia bukan meraih emas tapi juara. Sedangkan menurut KBBI, juara punya arti: juara1/ju·a·ra/ n 1 Olr orang (regu) yang mendapat kemenangan dalam pertandingan yang terakhir; 2 orang yang gagah berani; orang yang pandai bersilat; pendekar; jagoan; 3 pengatur dan pelerai dalam persabungan ayam; 4 pemimpin peralatan (pesta dan sebagainya); 5 ahli; terpandai dalam sesuatu (pelajaran dan sebagainya).

Jadi bagaimana pendapat Anda, apakah timnas MLBB Indonesia juara atau tidak?

BACA JUGA: Distribusi medali SEA Games 2019 dari cabang esports – Tuan rumah mendominasi