Salah satu player paling berpengalaman di scene kompetitif League of Legends dari Team Liquid, Yiliang “Doublelift” Peng, mencoba memaparkan pandangannya mengenai sulitnya melakukan transisi dari midlaner menjadi ADC (Attack Damage Carry).

Doublelift merupakan salah satu AD Carry terbaik yang pernah ada di League of Legends, tetapi baru-baru ini ia beralih peran dari menjadi midlaner menjadi bottom laner.

Hal ini disebabkan karena role sebagai midlaner membuat sang pemain harus melakukan lebih banyak hal ketimbang sidelaner. Kebiasaan ini yang harus diadaptasi oleh setiap pemain ketika berganti role.

Penjelasan ini diungkapkan Doublelift dalam sebuah streaming yang sama saat dirinya menyebut bahwa League of Legends lebih sulit ketimbang bermain Dota 2.



Selama streaming, beberapa penontonnya pun menyinggung performa midlaner berbakat milik G2 Esports, Rasmus “Caps” Winther, yang mengalami kesulitan bermain sebagai ADC, seperti yang ditunjukkan melalui history beberapa pertandingan terakhirnya.

“Sebagai midlaner, Anda akan terus menggunakan otak tanpa henti. Saya pikir mungkin Caps bermain dengan cara terus berusaha melakukan banyak hal. Dia tidak menyadari bahwa dia hanya seorang AD Carry,” kata Doublelift.

Doublelift menjelaskan bahwa setiap midlaner bertanggung jawab atas banyak hal di sepanjang permainan dan harus membuat keputusan besar pada setiap tahap pertandingan, apakah itu roaming, melakukan solo kill, atau membantu mencapai objektif.

Sementara itu, AD Carry tidak harus melakukan banyak hal selama tahap awal permainan. Pemain veteran berusia 26 tahun itu mengatakan para pemain AD Carry hanya perlu khawatir tentang hal-hal kecil, seperti trading, farming, dan melarikan diri dari ganking.

BACA JUGA: Gen.G perkenalkan BnTeT sebagai player anyar CS:GO