The International bisa dianggap sebagai barometer turnamen sukses di ranah esports. Kompetisi Dota 2 terbesar dunia itu sudah memperlihatkan kualitasnya selama bertahun-tahun.

Sampai saat ini memang belum ada tim Indonesia yang bisa menembus babak akhir TI. Beberapa mengikuti kualifikasi tapi gagal lolos. Tim terkuat di Indonesia saat ini, BOOM Esports, juga masih mengalami kesulitan.

Berbicara TI dan Dota 2, Rex Regum Qeon harusnya tak asing. Salah satu organisasi esports terbesar di Indonesia itu hanya memiliki divisi Dota 2 saat pertama kali berdiri tahun 2013.

Seperti diketahui, RRQ terbentuk karena terinspirasi ketika menonton TI3. Sampai akhirnya mereka terus berkembang sampai sekarang.



Ironisnya, divisi Dota 2 RRQ saat ini seperti ditelan bumi. Malahan divisi lain mereka yang terbilang menonjol mulai dari Mobile Legends, Free Fire, Point Blank, hingga PUBGM.

Ketika ditemui di kantor RRQ, Andrian Pauline selaku CEO tim menceritakan bahwa secara emosional, ada keinginan RRQ main di TI. Tapi, ada banyak penghalang dan prioritas yang lebih dikedepankan.

“Ada yang namanya hubungan bisnis dan emosional. Buat saya Dota 2 itu lebih ke arah emosional. Divisi yang paling lama dari yang lain. Kita belum benar-benar fully bendera putih untuk Dota 2, tapi melihat kecenderungan scene di Indonesia juga ga kayak dulu karena mulai banyak pilihan, saya harus realistis,” tuturnya.

“Apakah ke depannya kami harus ikut TI mewakili Indonesia? Kami sih pengen punya cita-cita seperti itu. Kayak sekarang tim Dota 2 paling jago BOOM Esports dan compete ke sana. Tapi even mereka yang best of the best di Indonesia masih susah. Cuma apakah RRQ suatu saat ingin ada di pentas major event, tentu ada kemauan. Tapi saya juga tak tahu ke depannya seperti apa.”

“Karena investasinya harus besar. kalau mau main shortcut seperti itu, berarti membicarakan jutaan dolar untuk mengakuisisi kelas TI yang lolos. Ironis kalau misalnya akhirnya ada nama RRQ di pentas dunia, tapi harus mengeluarkan segitu banyak, sedangkan jika uang itu dipakai di RRQ pusat bisa bikin berapa banyak tim dan membantu berapa banyak orang. Ada pertimbangan-pertimbangannya apakah pilihannya bijak.”

“Tapi, kalau bicara mimpi, pengen banget. Cuma akhirnya melihat kondisi. Pengen lihat ada lima anak Indonesia ke TI, tapi susah, susah banget. Karena komunitasnya di Indonesia makin kecil. Gamenya pun makin kompleks, sehingga banyak player pindah ke mobile,” tutup dia.

BACA JUGA: 31 juta orang Indonesia main Mobile Legends