Salah satu player veteran Dota 2 yang baru saja mengumumkan diri pensiun dan beralih ke League of Legends, Ylli “Garter” Ramadani, mengungkapkan satu kekecewaannya terhadap sistem yang masih diberlakukan dan dapat merusak game MOBA populer tersebut.

Sistem yang dimaksud Garter adalah transfer pemain Dota 2 yang tidak memiliki aturan jelas dan dapat merugikan tim lain, terutama mereka yang kecil.

Hal ini juga yang membuat Garter mengucapkan kata-kata “ada saatnya Anda tidak bisa terus berjuang melawan sistem yang rusak” saat mengumumkan pensiun dan memilih beralih dan mencoba peruntungan baru bersama League of Legends.



Sedikit banyak hal ini telah membuat Garter gagal meraih prestasi di scene kompetitif Dota 2, meski telah menjadi pro player sejak 2007, karena keutuhan timnya selalu diganggu oleh tim-tim besar hingga peluangnya untuk bisa berprestasi menjadi semakin kecil.

“Setiap tim besar atau bahkan mereka yang bisa memberi gaji sebesar US$ 500, dapat memburu pemain dari tim Anda setiap saat, baik itu pada pertengahan musim, satu hari sebelum kualifikasi, bahkan di tengah turnamen,” ucap Garter seperti dikutip dari Dot Esports.

“Contoh paling baru adalah tim milik Danil “Dendi” Ishutin yang berhasil menjuarai turnamen dan sehari setelahnya Alexey “nongrata” Vasilyev diburu oleh Team Spirit yang mungkin akan menghancurkan potensi yang dimiliki tim,” tuturnya.

Selain sistem transfer pemain, Garter yang mengaku begitu mencintai Dota 2 juga menyebut ada banyak cacat pada turnamen di level tertinggi berimbas ke bawah.

BACA JUGA: Lima player OG kuasai puncak daftar pemain esports dengan pendapatan tertinggi