Bukan rahasia lagi jika ekosistem esports di Indonesia didominasi oleh mobile gaming, sebut saja Mobile Legends: Bang Bang dan PUBG Mobile. Sejatinya, para penggiat esports kelas wahid di negara maju lebih senang untuk berkecimpung di dalam scene PC gaming. Alasannya jelas, karena kualitas game PC jauh lebih bagus ketimbang game mobile. Praktis hal itu membuat turnamen yang dibuat pun memiliki skala lebih besar, dengan kata lain, pendapatan yang diraih juga lebih tinggi.

Lalu mengapa di negara kita game mobile lebih diminati? Itu karena device yang dibutuhkan lebih murah. Wajar saja jika negara yang memiliki pendapatan per-kapita sepuluh kali lipat lebih rendah dari negara maju memilih mobile gaming.

Namun, di tengah tren mobile gaming ini, ada sejumlah pihak yang masih berpegang teguh dan bertahan di scene PC gaming. Bahkan di antaranya sedang berjuang berkembang dari nol. Beberapa waktu lalu, kami berkesempatan untuk berbincang dengan CEO Navalary, Rifqy Januar. Navalary adalah organisasi esports baru yang saat ini fokus di divisi Dota 2.

Kredit: Navalary

Organisasi yang dibentuk empat bulan lalu itu bertujuan untuk menjadi poros esports di Indonesia. Selain itu, mereka juga ingin mengubah konotasi negatif yang masih melekat pada panggung kompetitif esports.

“Tujuan besar kami menjadi poros atau mercusuar e-sports di Indonesia, diawali dengan mendirikan tim esports Dota 2 dan kami akan terus berusaha untuk membangun industri esports di Indonesia. Kami berharap masyarakat Indonesia dapat menghapus paradigma tentang game online, industri game, dan panggung kompetitif game itu sendiri,” buka Rifqy.



Tentunya tidak mudah untuk membangun organisasi esports dari nol, selain paradigma masyarakat itu sendiri, pastinya banyak kendala lain yang dihadapi tim muda tersebut. Ketika ditanya apa kendala terbesar yang dihadapi organisasinya saat ini, pria asal Bandung itu mengungkapkan dua masalah penting.

“Permasalahan yang kami hadapi dalam membangun organisasi esports ini adalah paradigma masyarakat. Kami mengisi kekosongan sebuah industri yang di dalam nya banyak sekali pandangan-pandangan negatif terutama dari orang tua/wali para pemain yang bermimpi untuk menjadi seorang Pro Player. Orang-orang yang ingin membangun sebuah industri contohnya sebutlah makanan, bila seseorang ingin menjadi pebisnis makanan di Indonesia, orang ini akan memulai dari 0, tinggal bagaimana langkah dan strategi bisnis orang ini menaikan angka 0 menjadi 100. Namun berbeda dengan e-sport, pandangan negatif para orang tua/wali tentang game itu sendiri menempatkan kami berdiri dan berada di garis minus, sehingga awal mula mengembangkan industri ini kami dihadapkan dengan tantangan ekstra untuk hanya sekedar menggiring nilai minus ini menjadi 0,” ungkap Rifqy.

“Kemudian permasalahan standar, tentu saja untuk menjadi atlet esport, seorang pemain harus memiliki kelengkapan kemampuan, diantaranya adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan kawan dan lawan, kemampuan mengontrol kesehatan mental yang mumpuni, serta penguasaan teknis game secara mendalam. Standar ini bisa kita dapatkan bila pemain tersebut dibina dengan waktu yang cukup dan keinginan serta dukungan orang-orang disekitarnya,” jelasnya.

Lalu dengan segala halangan dan rintangan tersebut, muncul pertanyaan besar mengapa Navalary masih berani untuk terjun ke ranah penuh duri ini?

“Berawal dari kecintaan pada Dota, game ini hadir sebagai salah satu sumber hiburan yang tumbuh bersama saya dan juga kami di Navalary. Dengan model kompetisi baru yang digagas valve untuk musim kompetisi mendatang, saya rasa “tren” mobile game itu tidak membuat kami melupakan rasa cinta kami terhadap game yang satu ini,” ungkapnya.

Kemudian Rifqi lanjut menjelaskan, “keputusan Valve untuk menerapkan sistem liga regional di DPC musim depan membuat kami berani mengambil langkah maju ke dalam industri yang penuh dengan pandangan negatif di negeri ini. Dengan format yang valve usung, kami sebagai tim baru bisa merasakan motivasi untuk mempercayai dan menjalani karir yang sebelumnya kami rasa ‘tidak akan pernah tercapai’ khususnya di Indonesia.”

Format liga regional memang menjadi secercah harapan bagi tim-tim tier 2 ke bawah, setidaknya musim depan mereka memiliki kesempatan untuk bersaing dalam turnamen yang layak. Jika merujuk pada jadwal yang pertama kali dirilis Valve, putaran pertama regional bakal digelar Oktober nanti. Namun DPC musim ini saja harus tertunda karena pandemi, tentunya kemungkinan besar DPC musim depan akan melengceng dari rencana awal. Lalu apa yang akan dilakukan Navalary sebelum DPC musim depan bergulir?

“Kami ingin aktif membangun dan mengembangkan industri e-sports di Indonesia, khususnya Dota 2. Kami tidak akan berhenti dengan hanya membangun sebuah tim, akan ada langkah-langkah selanjutnya yang dijalankan secara perlahan. Kami pastinya akan meminta bantuan dan support dari kawan-kawan semua yang sama-sama percaya bahwa esports Indonesia itu bisa menjadi salah satu hal yang bisa dibanggakan oleh masyarakat di dunia internasional suatu hari nanti,” tutup Rifqy.

Untuk mengenal Navalary lebih jauh, kalian bisa membuka halaman Facebook Navalary atau mengikuti akun Twitter mereka.

BACA JUGA: InYourdreaM: ‘Target saya adalah BOOM Esports, Fnatic, dan Adroit’