Sebelum Aaron “Clairvoyance” Kim menjadi pelatih kepala BOOM Esports pada Juli lalu, tim tersebut belum pernah memiliki pelatih kepala. Jadi apa yang membuat tim Indonesia ini menyewa pelatih yang tinggal di benua berbeda, dan bahkan tidak bisa berbicara bahasa yang sama?

Clairvoyance telah berkecimpung di kancah Dota 2 profesional selama tujuh tahun. Dan kini ia dibawa oleh BOOM untuk membawa mereka ke level selanjutnya dan memaksimalkan peluang melaju ke ONE Esports Singapore Major, yang akan menjadi Major pertama DPC 2021.

“BOOM sudah memiliki roster ini selama tiga sampai empat tahun terakhir,” kata Clairvoyance kepada ONE Esports. “Mereka memiliki kesuksesan yang layak tetapi bukan kesuksesan tertinggi, dan mereka ingin membawa hal itu ke tingkat berikutnya.”

Pada tahun 2018, Clairvoyance melatih tim SEA, Mineski. Ia memimpin tim tersebut untuk memenangkan turnamen di Red Bull Guardians dan AMD Dota 2 Pro Series. Menurut Clairvoyance, kala itu BOOM mulai tertarik padanya dengan mengatakan, “Mereka melihat dampak saya di wilayah SEA, dan dari situlah semua dimulai.”

Setelah gagal lolos ke TI9, BOOM Esports memutuskan untuk menghubungi Clairvoyance, membawanya terlebih dahulu sebagai analis, sebelum resmi mempromosikannya menjadi pelatih kepala pada Juli tahun lalu.

Sejak menjadi pelatih kepala, Clairvoyance yakin dampaknya pada tim telah dimulai. “Hasil BOOM telah meningkat dan saya bahkan dapat membawa roster ini menjadi juara pertama di ESL SEA Championship tahun lalu.”

Clairvoyance percaya hal terpenting yang dia bawa ke tim adalah strategi.

“Peran saya sangat besar pada strategi,” kata Clairvoyance, “yang berarti saya bertanggung jawab atas aspek strategis dari tim mana pun yang saya bela. Dota 2 berubah setiap hari, selalu mengetahui informasi terbaru adalah hal yang penting dan akan membantu membuat keputusan terbaik di masa mendatang,” ungkapnya.



Bersama Clairvoyance, BOOM akhirnya bisa memecahkan 11 kekalahan beruntun melawan rival regional, Geek Fam, dengan mengalahkan mereka 3-2 di grand final ESL-SEA Championship. Sejak itu, BOOM telah berhasil menjadi runner-up sebanyak enam kali, meski demikian Clairvoyance mencatat, “jalan kita masih panjang.”

Seharusnya Clairvoyance datang ke Indonesia untuk bergabung dengan tim, namun pandemi global COVID-19 membuat dirinya tidak dapat melakukan perjalanan ke wilayah Asia Tenggara. Oleh karena itu ia hanya bisa melatih tim dari Kanada. Ini berarti ada sedikit perbedaan karakter dan budaya antara dia dan para pemain, termasuk kendala bahasa.

Faktanya, Clairvoyance adalah salah satu dari sedikit pelatih kepala yang bahkan tidak berbicara bahasa yang sama dengan para pemainnya, yang kebanyakan berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.

Namun, dia mengatakan sejauh ini komunikasi tidak menjadi masalah. “Meskipun saya tidak mengerti Bahasa Indonesia, berdasarkan pengalaman saya dengan tim SEA lainnya, saya bisa tahu apa yang terjadi dari tingkah laku mereka.”

Salah satu rintangan utama yang dihadapi Clairvoyance saat melatih tim adalah perbedaan waktu. “Saat memainkan pertandingan DPC, saya bekerja sekitar pukul 15.00 hingga 06.00. Ini tidak mudah. Itu berdampak buruk pada tubuh saya. Syukurlah selama sembilan bulan sebelum Liga Regional dimulai, ada banyak waktu untuk istirahat,” kenang Clairvoyance.

Untuk saat ini, Clairvoyance mengatakan dia telah mengatasi perbedaan waktu dan mampu bekerja untuk melatih tim yang berlokasi di benua berbeda.

“Sejauh ini, saya berhasil mengelola. Saya cukup puas dengan situasi ini,” kata Clairvoyance. “Saya pikir dampak saya pada tim bisa jauh lebih besar tetapi saya merasa senang dan diberkati karena mereka menerima kata-kata yang saya ucapkan. Saya terus berkomunikasi dengan para pemain setiap hari, dan selalu terbuka. Para pemain BOOM adalah orang yang mudah untuk diajak bekerja sama.”

BACA JUGA: Eks player Dota 2 paiN Gaming meninggal karena COVID-19